INVESTASI asing yang masuk ke Thailand dan Malaysia melonjak pada kuartal I 2019. Ini adalah bukti terbaru bahwa kedua negeri jiran itu meraup untung dari perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok. Pasalnya, akibat perang dagang, korporasi mencari lokasi-lokasi baru di kawasan Asia guna menghindari perang tarif.
Thailand, Malaysia, dan Vietnam melaporkan lonjakan investasi asing sejalan dengan pergeseran rantai pasok global. Pisit Puapan, Direktur Eksekutif Biro Kebijakan Makroekonomi Kementerian Keuangan Thailand, seperti dikutip Bangkok Post, Senin pekan lalu mengungkap pengajuan aplikasi untuk penanaman modal asing di Thailand melonjak 253% menjadi 84,1 miliar baht atau setara sekira Rp38,6 triliun pada kuartal I 2019.
Begitu juga Malaysia. Pada kuartal I 2019, investasi asing yang disetujui masuk ke Malaysia melesat 127%. Bank sentral Malaysia pun menyatakan dampak positif perang dagang dapat menambah 10 basis poin terhadap pertumbuhan ekonomi Malaysia.
Pertumbuhan investasi Malaysia sebagian besar disumbang Penang. Penanaman modal asing ke sektor manufaktur di Negeri Bagian itu melonjak 1.360% menjadi 8,47 miliar ringgit atau setara sekira Rp28,5 triliun pada kuartal I 2019 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. PMA di Penang menyumbang 42% dari PMA manufaktur Malaysia.
Kepala Menteri Penang Chow Kon Yeow seperti dilansir Bloomberg menyatakan Penang diuntungkan karena memiliki basis talenta yang kuat dan kebijakan publik yang mendukung. Penang sendiri menjadi rumah bagi perusahaan-perusahaan global, seperti Intel Corp dan Dell Technologies Inc.
Investasi terbaru yang masuk ke Penang tersebut termasuk perusahaan semikonduktor AS, Micron Technologies Inc. Perusahaan tersebut membangun pusat perakitan dan pengujian di Penang. Ada pula perusahaan Jabil Circuit Inc asal AS yang membeli lahan seluas 8 hektare untuk memperluas pabriknya. “Malaysia menuai manfaat dari relokasi bisnis serta pengalihan perdagangan dan investasi yang disebabkan oleh perang dagang,” jelas Menteri Keuangan Malaysia Lim Guan Eng.
Lim menyebut peningkatan investasi dan produksi industrial memberi sinyal pertumbuhan ekonomi Malaysia yang sehat pada kuartal II 2019. Namun demikian, Chow mengaku dirinya khawatir bahwa lonjakan investasi tersebut bisa saja tidak berulang pada kuartal II maupun kuartal III 2019. Sebab, meski beberapa perusahaan memperoleh manfaat dari perang dagang, tidak sedikit pula yang terdampak secara negatif lantaran konsumen cenderung wait and see. “Outlook investasi Penang tetap dalam jalur yang tepat dalam jangka menengah hingga panjang,” ujarnya.
Sementara itu, banjirnya investasi asing yang masuk ke Negeri Gajah Putih terjadi ketika permintaan ekspor melemah. Alhasil, ekonomi negara itu terbebani. Pada April 2019, Kementerian Keuangan Thailand menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi 3,8% berdasarkan kenaikan ekspor sebesar 3,4%.
Lepas dari itu, setelah Vietnam, bagi investor Thailand tetap saja menarik. Hasil survei Bloomberg terhadap investor yang digelar pada ASEAN Business Summit (ABS) 2019 menunjukkan 41,3% investor responden meyakini Vietnam sebagai negara yang paling menunjukkan kemajuan dalam iklim bisnis secara keseluruhan. Adapun 19,6% investor responden memilih Thailand. Sementara, hanya 17,4% investor responden yang meyakini iklim Indonesia menjadi yang paling baik di ASEAN dalam lima tahun ke depan.
Tak hanya itu, pada kuartal pertama tahun ini Vietnam berhasil mencatatkan pertumbuhan investasi asing langsung (FDI) tertinggi sejak 2015 silam dengan nilai sekitar US$16,7 miliar. Pertumbuhan FDI Thailand bahkan melesat 253% dibandingkan kuartal pertama tahun lalu, dengan nilai mencapai US$2,7 miliar.
Sementara itu, FDI Indonesia sepanjang kuartal I 2019 tercatat US$6,08 miliar. Penanaman modal asing (PMA) secara keseluruhan mengalami perlambatan, yaitu turun 0,9% dibandingkan periode sama tahun lalu. Melihat angka-angka itu, Indonesia tampaknya mesti belajar lagi dari sang tetangga.
Miftah H. Yusufpati