MENTERI dan wakil menteri Kabinet Indonesia Maju sudah dilantik oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sejumlah pandangan dan juga harapan bertebaran atas kinerja para menteri tersebut, khususnya jajaran menteri di bidang ekonomi. Ya, maklumlah, masalah ekonomi yang tengah dan bakal dihadapi oleh bangsa ini terbilang besar. Sebut saja mulai dari melambatnya pertumbuhan ekonomi, rendahnya investasi asing yang masuk, defisit perdagangan, sampai ancaman resesi global.
Nah, melihat sosok-sosok yang duduk di jajaran menteri ekonomi saat ini, beragam pandangan mencuat. Ada yang optimistis, ada juga yang pesimistis. Ada pula pandangan yang menunggu kiprah para menteri tersebut. Semua jenis pandangan itu tentu saja didasari argumen masing-masing.
Mereka yang berpandangan pesimistis menyatakan bahwa jajaran menteri ekonomi saat ini jauh dari ekspektasi pelaku usaha dan investor. Pasalnya, terlalu banyak politikus yang menduduki jabatan strategis di bidang ekonomi. “Padahal, yang dibutuhkan adalah kalangan profesional sehingga antisipasi resesi global bisa lebih optimal,” kata Bhima Yudhistira, ekonom Indef, Kamis pekan lalu.
Bukan cuma Bhima seorang yang berpandangan demikian. Sejumlah pihak lain pun melihatnya sami mawon. Direktur Data Indonesia Herry Gunawan menilai komposisi menteri di bidang ekonomi yang sudah dilantik Presiden Jokowi kurang meyakinkan untuk memberikan hasil terbaik dari persoalan perekonomian yang sedang berlangsung sekarang ini. “Mungkin lebih banyak yang tidak tepat di posisinya jika mengukur dari masalah perekonomian yang ada serta target ke depan,” ungkapnya.
Piter Abdullah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), malah lebih “galak” lagi dengan menyatakan bahwa komposisi menteri bidang ekonomi saat ini tak akan mampu membuat perekonomian Indonesia seperti yang dicita-citakan. “Saya tidak cukup optimis dengan perekonomian kita ke depan. Lupakan mimpi untuk bisa menjadi negara ekonomi terbesar nomor lima pada 2045,” kata Piter.
Mereka yang pesimistis berpandangan bahwa banyaknya politikus yang duduk di pos kementerian strategis bidang ekonomi akan berdampak terhadap kinerja mereka selama menjabat. Penyebabnya adalah masalah kredibilitas lantaran mereka merupakan titipan partai yang fokus kerjanya akan terpecah menjelang pemilu dan pilpres 2024 nanti. “Dampaknya, kredibilitas tim ekonomi otomatis menurun,” tandas Bhima.
Menteri-menteri ekonomi dari partai juga bisa menciptakan ego-ego sektoral yang semakin kuat kendati Presiden sudah menekankan tidak boleh ada misi dan visi masing-masing menteri. Ego sektoral itu nantinya dapat menyulitkan konsolidasi antar-kementerian.
Selain itu, masalah kompetensi dan kapabilitas para menteri tadi pun menjadi masalah. Di tengah menumpuknya persoalan ekonomi saat ini, seharusnya figur-figur yang dibutuhkan adalah mereka yang benar-benar memahami permasalahan ekonomi sehingga bisa mencarikan solusi yang tepat. Alhasil, kebijakan-kebijakan perekonomian yang akan dijalankan bisa semakin mengakselerasi perekonomian, bukan sebaliknya.
Beda situasinya jika permasalahan ekonomi nasional tak seperti saat ini. Menteri dari parpol bisa diterima. Soalnya, sebelum Jokowi, menteri dari kalangan parpol yang menduduki posisi penting di ekonomi, terutama menteri koordinator (menko), juga sudah pernah dilakukan. Hatta Rajasa dan Aburizal Bakrie pernah menduduki pos menko perekonomian.
Menteri-menteri bidang ekonomi yang berasal dari partai politik di antaranya adalah Airlangga Hartarto yang merupakan Ketua Umum Golkar dan Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto, politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Kemudian, ada Menteri Perindustrian Agus Gumiwang selaku politikus Golkar serta Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang merupakan politikus Partai NasDem.
Selain masalah politikus, jajaran menteri ekonomi juga dihadapkan adanya sosok yang dianggap tak memiliki sama sekali latar belakang dan pengalaman dari jabatan yang diembannya. Salah satunya adalah Teten Masduki yang diangkat menjadi Menteri Koperasi dan UKM. “Beliau tak memiliki latar belakang terkait ekonomi dan tidak punya pengalaman mengurus UMKM,” kata Ikhsan Ingratubun, Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia, kepada SINDO Weekly.
Padahal, saat ini Presiden Jokowi tengah memperkuat pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang dinilai tepat untuk menghadapi dampak buruk perang dagang dan pelemahan ekonomi global. “Di tengah perang dagang antara AS dan Tiongkok atau perang dagang dunia ini, yang bisa memperkuat ekonomi Indonesia adalah kelangsungan usaha domestik,” kata Ikhsan.
Sektor UMKM memegang peranan besar dengan kontribusinya yang melibatkan tenaga kerja nasional mencapai 96%. Pada 2019, total kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional juga bisa melebihi 65% atau sekitar Rp2.394 triliun. Dari situ, sudah terlihat vitalnya peran UMKM dalam perekonomian nasional. Jangan lupa, saat krisis ekonomi 1998 terjadi, UMKM adalah penyelamat ekonomi kita.
Terobosan Positif
Di luar barisan kalangan yang pesimistis, banyak juga yang memandang optimistis bahwa menteri-menteri ekonomi mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Pandangan itu di antaranya datang dari John Riady, salah seorang pelaku bisnis grup besar. John menyambut baik susunan kabinet pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin dan meyakini tim ekonomi di kabinet baru mampu melakukan terobosan untuk mendorong peningkatan iklim usaha.
CEO Lippo Karawaci Tbk. (LPKR) itu mengapresiasi kinerja ekonomi pada periode pertama Presiden Jokowi dan meyakini terobosan yang akan dibuat oleh kabinet yang baru. “Tim ekonomi di kabinet baru tampaknya solid. Saya percaya para menteri terpilih mampu lakukan terobosan positif bagi dunia usaha,” kata John Riady.
Dito Ganinduto, politikus Golkar, menyatakan bahwa susunan menteri yang duduk di Kabinet Indonesia Maju sudah tepat. Pasalnya, beberapa dari mereka yang duduk di sana memiliki segudang pengalaman dan prestasi. Salah satunya adalah penunjukan Airlangga Hartarto. “Beliau mampu memimpin sektor perekonomian,” tuturnya.
Airlangga dianggap sebagai sosok yang memiliki segudang pengalaman di sektor perekonomian. Ketua Umum Partai Golkar itu pernah menjabat sebagai Ketua Komisi VII (2006–2009) serta Ketua Komisi VI (2009–2014). Airlangga juga pernah menjadi Menteri Perindustrian (Menperin) pada 2016 serta menggaungkan program Making Indonesia 4.0 yang cemerlang. Lewat kerja keras seluruh menteri, terutama di bidang perekonomian, Dito yakin langkah Pemerintah Indonesia menjadi lima besar kekuatan ekonomi dunia pada 2045 makin terarah.
Posisi Airlangga sebelumnya sebagai menteri perindustrian (menperin) memang bisa menjadi bekal untuk melakukan berbagai terobosan di bidang ekonomi. Posisinya saat itu bisa membuat Airlangga memahami apa saja yang dibutuhkan industri demi menaikkan produksi dan kinerjanya. Jadi, ia hanya perlu melakukan koordinasi dengan kementerian yang berada di bawah pengelolaannya.
Selama ini, ketika Airlangga menjadi menperin, banyak langkah atau kebijakan dia untuk mendorong perindustrian yang tidak terakomodasi oleh kementerian-kementerian sebelahnya. Kebijakan-kebijakan yang dimaksud antara lain terkait bahan baku impor. Terlebih, produksi industri terganggu karena lamanya izin impor yang dikeluarkan.
Selain itu, kebijakan yang terkait dengan insentif pajak juga memengaruhi kinerja industri ke depannya. Ketika berada di posisi menko, Airlangga bisa memberikan ide-ide yang bisa menaikkan kinerja industri. “Jadi, Airlangga ini sudah tahu apa saja yang dibutuhkan industri. Makanya saya berharap banyak Airlangga bisa mengurai faktor-faktor apa saja yang mengganggu industri, apa yang dibutuhkan,” ujar Ahmad Heri Firdaus, ekonom Indef.
Terlebih, Airlangga berasal dari partai politik yang sama dengan Agus Gumiwang yang saat ini juga ditunjuk sebagai menperin. Dengan demikian, koordinasi yang terjalin di Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian diyakini lebih baik. “Jadi, harusnya tidak masalah, politiknya sama,” tambah Heri.
Keberadaan Sri Mulyani dalam jajaran menteri bidang ekonomi juga tetap membawa optimisme yang besar. Sri yang didapuk kembali menjadi Menteri Keuangan Republik Indonesia ini dianggap sosok yang tepat untuk mengatasi pandangan-pandangan pesimistis. “Rekam jejak beliau dalam menciptakan stabilitas ekonomi makro sangat baik sehingga pelaku pasar lebih confident menghadapi stabilitas iklim usaha nasional,” kata Shinta Widjaja Kamdani, Wakil Ketua Umum Apindo.
Shinta memandang bahwa Sri Mulyani berperan sangat penting dalam menjaga stabilitas ekonomi makro nasional pada pemerintahan periode lalu. Ia juga diponten turut berperan menjaga kepercayaan pasar. Di mata pengusaha, kinerja Sri Mulyani pada periode lalu juga dianggap realistis, rasional, dan responsif terhadap dinamika global. “Respons-respons kebijakan yang Sri Mulyani keluarkan untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional itu prestasi terbaik,” kata Shinta.
Sri Mulyani memang bisa menjadi semacam penghapus keraguan sejumlah kalangan. Apalagi, selama ini Sri kerap bekerja dengan sejumlah pihak, baik politikus maupun militer. Sepanjang itu pula dia bisa menunjukkan profesionalismenya. “Kami di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) selama ini bekerja sama dengan politikus, mantan jenderal, tapi kami tetap bekerja sama dengan baik,” ujar Sri Mulyani.
Menteri Sri menuturkan bahwa kerja sama dengan berbagai kalangan mesti dilihat dari sudut pandang positif, yaitu sebagai dinamika baru untuk meningkatkan kinerja perekonomian yang lebih baik. Apalagi, menurutnya, sosok-sosok itu juga tetap memiliki kapabilitas dan kemampuan untuk memimpin pos kementerian yang dijabatnya. “Misalnya Pak Airlangga ini suatu transisi yang positif karena beliau sudah cukup tahu tantangan dari industri manufaktur yang merupakan kunci untuk menjawab persoalan defisit neraca transaksi berjalan dan defisit perdagangan,” katanya.
Sri Mulyani menambahkan koordinasi antar-kementerian di kabinet kali ini juga diharapkan lebih lancar karena telah memiliki kesamaan persepsi serta visi dan misi yang sama sesuai arahan Presiden Jokowi. “Apalagi, untuk Pak Airlangga dan Pak Luhut kan beliau-beliau ini berasal dari partai yang sama sehingga koordinasinya bisa lebih baik,” katanya.
Meski ada Sri Mulyani di jajaran menteri ekonomi, Shinta meminta menteri-menteri baru di bidang ekonomi untuk menunjukkan kompetensinya, terutama menperin dan mendag. Makanya pelaku usaha masih menunggu kinerja mereka dalam menghadapi berbagai tantangan perekonomian saat ini. Pengusaha juga masih menunggu bagaimana menteri tersebut berhubungan dengan pelaku usaha.
Intinya, memang publik harus memberikan kesempatan terlebih dulu buat para menteri baru di bidang ekonomi untuk menunjukkan kinerjanya. Pandangan ini juga diutarakan oleh Ikhsan Ingratubun terkait pengangkatan Teten Masduki. “Ya, beri kesempatan dulu beliau untuk bekerja,” katanya.
Nah, agar Teten mampu bekerja maksimal, semestinya ia bekerja sama dengan pihak-pihak yang memahami berbagai persoalan UMKM. Soalnya, dia punya pekerjaan rumah teramat berat dalam rangka pemberdayaan usaha wong cilik. “Di dalam UU yang baru, diperlukan adanya pendamping untuk pemberdayaan. Sebut saja misalnya seperti Akumindo atau asosiasi lain yang bergerak di bidang UMKM,” tandas Ikhsan.
Setelah diberi kesempatan dan ternyata mereka tak bisa membuktikan kinerjanya secara maksimal, toh Presiden sudah berjanji akan mencopot mereka.
I. Husni Isnaini