Kepada Ade Nyong La Tayeb dan Efi Susiyanti dari SINDO Weekly, pria kelahiran Makassar, 58 tahun silam, itu menjelaskan saja program yang akan dilakukan Ditjen Penanganan Fakir Miskin pada tahun depan. Berikut petikan wawancaranya.
Porsi anggaran Kementerian Sosial (Kemensos) pada 2020 naik dari 2019. Ada program baru di Ditjen PFM?
Sebetulnya kenaikan di 2020 itu tidak banyak, hanya sekitar Rp4 triliun. Kenaikan itu juga disebabkan kenaikan uang BPNT (Bantuan Pangan Non-Tunai) itu yang dari Rp110 ribu ke Rp150 ribu. Untuk program, yang baru berkaitan dengan kartu sembako murah.
Apakah akan dikelola Ditjen PFM?
Iya, tapi masih dibicarakan dengan jajaran kementerian lain dan menko soal barang apa saja yang dibeli. Sekarang, untuk program BPNT itu kan telur dan beras. Di Kartu Sembako Murah ini mau ditambahkan apa? Apakah ayam, kambing, daging? Ini yang belum diputuskan.
Apa istimewanya Kartu Sembako Murah ini?
Di kartu ini nanti bisa dipakai untuk belanja pada operasi-operasi pasar yang dilakukan oleh Bulog misalnya. Ini sedang kami kaji semuanya, mana yang akhirnya akan diputuskan. Mudah-mudahan bulan depan sudah ada putusan.
Bagaimana dengan penerimanya?
Jumlah penerimanya tetap 15,6 juta seperti penerima BPNT. Anggarannya juga masih sama. Rencana penyalurannya pun mirip, lewat transfer bank dengan sistem e-money.
Terkait penonaktifan penerima bantuan iuran BPJS, apa penjelasannya?
Secara garis besar, data ini ada namanya Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Ini yang kami pelihara. Data disensus ulang BPS pada 2015, setelah itu daerah kami minta untuk mengevaluasi, mengeluarkan yang salah, dan memasukkan yang benar. Itu sudah berjalan setiap tahun. Sekarang, kami punya DTKS yang dianggap sahih.
Terus ada data penerima bantuan iuran (PBI), kami cocokkan. Ternyata ketemu sekian persen kalau PBI tidak ada di dalam data terpadu. Berarti sekarang Pak Menteri Sosial bilang, kalau begitu, tolong cek dan keluarkan orang yang tidak ada di data terpadu. Akhirnya, kami keluarkan dan digantikan dengan orang yang ada di data terpadu.
Diganti sekaligus?
Tidak bisa sekaligus, tetapi sudah mulai dari Agustus kemarin. Itu yang paling dahsyat 5 juta lebih. Namun, kami sudah ada mitigasinya, nama yang kami keluarkan sudah diumumkan kepada pemerintah daerah. Jadi, kalau yang dikeluarkan nanti datang ke puskesmas, rumah sakit, dan ternyata miskin, hubungi kami. Itu langsung akan dimasukkan. Kami sudah persiapkan.
Yang kami keluarkan adalah orang yang sejak 2014 tidak pernah mengakses BPJS. Iurannya dibayar terus oleh pemerintah, tetapi tidak pernah mengakses BPJS. Artinya, kami yakin sepertinya orang ini tidak ada deh. Namun, kami sudah siap-siap juga. Kalau ada orangnya datang, “hantunya” hidup, kami terima lagi.
Bagaimana cara memverifikasi data-data tersebut?
Cara ini memang tidak perlu perbaikan atau verifikasi. Kalau diverifikasi itu perlu biaya dan waktu paling tidak satu tahun. Sudah bisa dibayangkan berapa biayanya. Saya pikir ya sudah begitu saja. Nanti kami terima lagi masuk. Kenapa? Karena kalau kami mengambil data 1 juta itu paling banter nol koma sekian persen yang ketahuan. Karena dari jumlah sekian yang diangkat hanya nol koma sekian persen yang sakit dan itu yang tahu bahwa dia kaya atau tidak? Kalau miskin, kami sudah siapkan saluran lain. Silakan.
Kenapa tidak meminta bantuan Ditjen Dukcapil?
Data Dukcapil tidak cukup. Bagaimana bisa tahu yang miskin atau tidak? Memang caranya ada, yaitu mencocokkan NIK-nya dan itu sudah kami lakukan. Namun, karena sumbernya berbeda dan NIK-nya ini masih jalan, pasti tidak ketemu.
Persoalannya sumbernya tidak sama, jadi Dukcapil ngumpulin data, kami juga mengumpulkan data sejak 2015. Namun, sekarang targetnya itu Pak Mensos akhir tahun atau Januari kami sudah beres semua, sudah cocok dengan di Dukcapil. Nanti akhirnya ketemu satu data bulat. Memang tidak mungkin bisa 100% benar karena survei itu selalu ada standar eror.
BPJS menaikkan iuran, apakah ada kaitannya dengan pemangkasan PBI ini?
Enggak sama sekali. Justru kemarin ada yang bertanya, apakah dengan memperbaiki data ini itu bisa memperbaiki defisit? Saya bilang itu tidak bisa dihubungkan seperti itu. Kenapa? Saya malah curiga, jangan-jangan perbaikan data ini malah meningkatkan defisit BPJS. Sebab, sekarang yang ada di dalam daftar kami itu sudah orang semua, enggak ada lagi hantu.
Artinya, ada namanya, tetapi sebenarnya orangnya enggak ada. Itu kemungkinan bisa. Data yang dipakai BPJS berasal dari Jamkesmas. Jadi, sumbernya berbeda, tetapi ketemu. Dua sumber data yang berbeda, orang yang sama. Ini yang mau dipertemukan. Ini cara yang kami cari.
Ada program baru dari menteri yang baru?
Sejauh ini belum ada. Mungkin dalam minggu ini ada beliau mau akan mengkaji lagi lebih dalam lagi. Beliau bilang sama kami mau menyempurnakan, mana yang belum. Namun, beliau bilang jalan saja dulu, nanti kami lihat. Beliau ingin mengecek lagi untuk yang 2020. Sebetulnya sudah hampir selesai, mau dikaji ulang satu dua minggu, nanti kami baru kumpulkan nanti dikaji ulang.
Yang diprioritaskan beliau?
Beliau sama dengan Pak Agus. Beliau ingin mendorong pemberdayaan, bagaimana caranya bisa berhenti memberikan bantuan sosial. Dengan kata lain, mereka yang sebelumnya diberi bantuan sudah bisa berdaya, tidak tergantung bansos lagi. Namun, cuma selama memang dia belum berdaya, ya, mau tidak mau kami cocokkan dulu. Mau bagaimana lagi? Sementara mengajari memancing, kami kasih makan dulu. Kalau lapar, bagaimana bisa memancing?
Soal lain, transformasi program BPNT sudah tuntas 100%?
Transformasi Program BPNT ini sebenarnya dilaksanakan bertahap sejak 2017. Di 2017 itu dimulai dengan 2 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM), kemudian 2018 ditambah menjadi 10 juta. Nah, pada 2019 ini, khususnya pada September kemarin sudah 100% BPNT.