PENGGUNAAN bahan bakar hidrogen telah menjadi solusi energi yang lebih ramah lingkungan dalam beberapa waktu terakhir ini. Hanya proses menyimpan hidrogen ini kerap menjadi masalah karena sangat rentan dan rawan. Namun, di tangan para ilmuwan teknik dan dirgantara di Israel Institute of Technology, masalah penyimpanan hidrogen ini berhasil dipecahkan. Mereka tengah mengembangkan dan mematenkan sebuah proses yang dapat diaplikasikan di dalam pesawat selama penerbangan untuk menghasilkan hidrogen dari partikel air dan aluminium dengan aman dan murah. Hidrogen kemudian dapat diubah menjadi energi listrik untuk digunakan dalam penerbangan.
Temuan para insinyur Israel ini dipublikasikan dalam International Journal of Hydrogen Energy baru-baru ini. “Hidrogen yang diproduksi di dalam pesawat selama penerbangan dapat disalurkan ke sel bahan bakar sebagai pembangkit energi listrik,” ujar Dr. Shani Elitzur, ketua tim peneliti dari Fakultas Teknik Aerospace Engineering, Israel Institute of Technology ini.
Menurutnya, teknologi yang dikembangkan timnya menawarkan solusi yang baik untuk beberapa tantangan, seperti penyimpanan hidrogen di masa depan. Tim doktor Elitzur itu mampu mengatasi masalah penyimpanan hidrogen dengan menggunakan sel bahan bakar proton exchange membrane (PEM) yang tidak berpolusi dan proses aktivasi aluminium yang dipatenkan oleh Prof. Alon Gany dan Dr. Valery Rosenband.
Penelitian Elitzur difokuskan pada reaksi antara bubuk aluminium aktif dan air (dari berbagai jenis) untuk menghasilkan hidrogen. Dasar untuk teknologi ini adalah dalam reaksi kimia antara bubuk aluminium dan air untuk menghasilkan hidrogen. Baik air tawar atau air limbah yang sudah ada di dalam pesawat dapat digunakan untuk aktivasi. Artinya, pesawat tidak perlu membawa air tambahan.
Dalam uji coba risetnya tersebut, reaksi spontan dan berkelanjutan antara aluminium bubuk dan air dimungkinkan oleh proses termokimia khusus aktivasi aluminium yang dikembangkan para peneliti. Sifat protektif dari film oksida atau hidroksida yang menutupi permukaan partikel aluminium dimodifikasi oleh sebagian kecil aktivator berbasis litium yang disebarkan menjadi aluminium memungkinkan air pada suhu kamar bereaksi secara spontan dengan aluminium.
Proses tersebut memang menghasilkan panas yang menurut para peneliti dapat digunakan untuk sejumlah tugas, termasuk memanaskan air dan makanan di dapur, menghilangkan es, atau memanaskan bahan bakar pesawat sebelum menghidupkan mesin.
Menurut Elitzur, teknologi mereka akan berdampak pada sejumlah hal, seperti pengoperasian yang lebih tenang di atas pesawat terbang, pengurangan drastis dalam emisi CO2, efisiensi termal dan sejumlah manfaat lainnya. “Bahkan, kemungkinan menggunakan air limbah onboard yang tersedia dalam pesawat dapat meningkatkan efisiensi dan keamanan sistem,” jelas Dr. Rosenband menambahkan.
Sumber Energi Baru Pesawat
Penggunaan sel bahan bakar onboard ini ternyata juga sudah mulai dilirik pabrikan pesawat, termasuk Boeing dan Airbus. Boeing bahkan telah bereksperimen dengan pesawat mereka yang lebih kecil. “Produksi dan penyimpanan hidrogen yang efisien mewakili masa depan untuk kebutuhan energi pesawat terbang yang efisien dan aman,” ungkap Elitzur.
Selain Boeing, perusahaan rintisan (startup) Alaka’I Technologies yang baru saja mengembangkan mobil terbang bernama Skai berencana untuk menggunakan kendaraannya sebagai taksi terbang atau kendaraan pengiriman. Mobil terbang ini mengandalkan sel bahan bakar hidrogen sebagai sumber energinya.
Dilansir dari Digital Trends beberapa waktu lalu, Alaka’i percaya bahwa hidrogen merupakan energi terbersih yang tersedia di Bumi. “Banyak desain pesaing yang menggunakan baterai, tetapi kami yakin hidrogen memiliki dampak untuk lingkungan yang lebih rendah dan performa lebih baik. Sel hidrogen memiliki kepadatan energi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan baterai. Artinya, Skai mampu menyimpan lebih banyak energi,” ungkap Alaka'i dalam situs resminya.
Penggunaan hidrogen tersebut, menurut Alaka'i, memungkinkan pengurangan bobot tanpa mengorbankan rentang operasi. Sel bahan bakar mobil terbang miliknya 99 persen dapat didaur ulang. Pengisian ulang bahan bakar ini juga lebih cepat dibandingkan dengan mengisi ulang baterai, hanya kurang dari 10 menit.
Selain itu, jarak tempuh lebih panjang dan waktu pengisian bahan bakar yang lebih cepat memang menjadi keunggulan sel hidrogen, tetapi memproduksi dan mendistribusikan hidrogen bukanlah hal mudah.
Alaka’i akan mendapatkan hidrogen dari sumber-sumber terbarukan, seperti angin, matahari dan listrik tenaga angin. “Ketimbang membangun jaringan stasiun pengisian bahan bakar permanen, Alaka’i berencana untuk mengisi bahan bakar mobil Skai dari truk, mirip dengan cara pesawat terbang mengisi bahan bakar di landasan pacu bandara,” ungkap mereka.
Sel bahan bakar Skai menyediakan daya motor listrik yang memutar enam buah rotor. Konfigurasi itu memberi Skai penampilan seperti drone raksasa. Skai memiliki ruang untuk empat penumpang dan pilot. Kecepatan jelajah Alaka’i bisa menempuh hingga 190 km/jam. Bahan bakar hidrogennya diinformasikan diisi setiap 643 kilometer.
Namun, Skai sendiri masih memerlukan sertifikasi Administrasi Penerbangan Federal (Federal Aviation Administration/FAA) sebelum dapat diproduksi. Rencananya Alaka’i akan memproses sertifikasi tersebut agar pesawatnya bisa beroperasi pada 2020 nanti.
Widaningsih